Setelah 52 tahun tidak pernah diijinkan untuk merayakan Cap Go Meh dengan meriah. Tahun 2011 ini perayaan kembali diadakan dan dengan meriah pula.
Cap Go Meh adalah perayaan tanggal 15 di bulan pertama penanggalam Cina. Tanggal 15 menandakan bulan purnama dan ini merupakan bulan purnama pertama di tahun yang baru. Cap Go Meh juga menutup perayaan Tahun Baru Cina.
Awalnya saya tidak ada niatan sama sekali untuk melihat langsung perayaan Cap Go Meh tahun ini. Apalagi mendengar bahwa ini merupakan perayaan besar-besaran berpuluh tahun tidak diadakan. Plus mendengar bahwa perayaan ini menutup beberapa ruas jalan juga. Duh, kebayang rame dan tumplek semua orang untuk melihat perayaan ini. Tapi mama bilang pasti rame banget, kapan lagi kamu bisa ngerasain dan lihat langsung berpuluh barongsai, liong dan tepekong (dewa-dewi pelindung) dari berbagai daerah. Mama cerita dulu waktu kecil pernah lihat, dan pas perayaan ini pasti seru banget sama barongsai yang dikasih angpao dan jajanan khas. Jadilah saya meniatkan hati untuk melihat langsung perayaan ini.
Siang-siang saya ditelepon, dikasih tahu buat lihat tandu-tandu tepekong yang dipamerin di Cibadak. Wuah, buru-buru ke sana deh. Sayangnya sampai di Cibadak sudah jam 3 sore, jadi sudah ramai sekali dengan peserta yang siap-siap kirab. Bunyi-bunyi iringan barongsai dan liong sudah berbunyi. Kencang sekali. Tapi anehnya biarpun keras dan dekat dengan telinga, tidak mambuat telinga saya sakit. Malah membuat semangat dan terharu. Saat di Cibadak, beberapa liong sudah bergerak mondar-mandir di jalanan yang cukup sempit. Sempit karena ada tandu dan orang-orang yang ingin menonton, juga dengan orang-orang yang sembahyang saat tepekong yang sudah disembahyangi di kelenteng mulai keluar dan disiapkan di tandu. Wuih, tandu-tandunya keren banget.
Dari Cibadak diteruskan sampai jalan Kelenteng. Nah, disini orang-orangnya mulai galak-galak. Kalau tadi di jalan Cibadak biarpun padat dengan orang dari berbagai arah, tapi nggak sampai didorong-dorong dan dimarahin. Tapi di Kelenteng ini didorong-dorong, diserempet, disalip plus dimarahin pula. Mending kalau yang marahin ibu-ibu bawa anak tapi ini mah disalip dan didorong sama rombongan nenek-nenek yang bedas pula. Kalah, deh. Pusing dari Kelenteng, sekarang waktunya cari tempat bagus buat nonton kirab. Jadilah saya berdiri menunggu dengan sabar di jalan Kebon Jati.
Ditunggu-tunggu, jam 4 katanya sudah mulai. Tapi kok nggak kedengaran tabuh-tabuhannya. Tunggu lagi deh dengan sabar. Mendekati jam 5 baru mulai keluar arak-arakanya. Diingat-ingat, mama cerita katanya dulu kalau mau pawai tepekong (dewa-dewi), harus nungguin sampai merekanya yang mau keluar jadi nggak bisa dipaksa. Jangan-jangan masih sama ya? Ternyata ada tepekong yang nggak mau pakai tandu tapi cuma mau digendong dan pakai payung saya. Sederhana banget ya? Fotonya yang pojok kanan atas. Sebelumnya beberapa rombongan basongsai dan liong lewat. Tidak lupa para penonton kanan kiri semangat ingin memberikan angpao kepada mereka. Hitung-hitung memberikan sedekah dari keberuntungan tahun lalu dan berdoa untuk tahun yang akan datang juga. Senang sekali melihat para orangtua membawa anak-anak mereka untuk melihat langsung acara ini. Tidak lupa mewariskan tradisi ini kepada mereka.
Seumur-umur baru kali ini bisa merasakan dan melihat langsung perayaan dengan puluhan barongsai dan lion. Saya salut karena banyak yang menggotong tandu tepekong adalah wanita dan cukup berumur juga. Ada juga serombongan ibu-ibu yang memainkan liong. Wow, hebat banget kan?
Oh, yang paling spektakuler adalah barongsai yang bisa mengeluarkan api. Terus menjelang gelap, banyak barongsai dan liong yang memakai lampu di matanya. Terus tandu tepekongnya juga banyak yang dihiasi lampu-lampu. Belum lagi ada yang tandunya besar dan dihiasi seperti bis, karena di atasnya ada lampu yang menunjukkan asal tandu tersebut, seperti jurusan bis transJakarta aja. Seumur-umur juga baru lihat tepekong segini banyaknya.
Setelah menonton kirab Cap Go Meh, saya malah penasaran dengan kebiasaan dan kepercayaan Kong Hu Cu. Juga sama keluarga saya sendiri. Baru menyadari bahwa saya juga Cina, dan banyak cerita tentang kebudayaan seperti ini. Mudah-mudahan masih sempat mencatatkan semuanya ya.
Salah satu perasaan saya setelah menonton kirab ini adalah bahwa ternyata perbedaan itu malah memperkaya kita ya. Tapi juga menumbuhkan kebingungan, kenapa sampai ada pertikaian antar ras dan agama ya? Padahal berbeda itu indah banget loh. Apa karena tidak memahami satu sama lain? Atau karena merasa terancam? Atau karena salah satu atau semuanya merasa paling superior? Ayo dong, jangan bikin perbedaan ini jadi perpecahan.
No comments:
Post a Comment